Pagi yang permai di kampung tumpah darahku....
Lepas balik dari pejabat semalam, saya dan suami bertolak pulang ke kampungku di Kota Jelasin yang kini hanya dikenali sebagai Kg. Kota... Kampung halaman adalah bingkai kenangan dan harapan yang tidak pernah usang. Selalu kuat menahan erat gambar rangkaian perjalanan kehidupan. Betapa jauh sekalipun seseorang itu merantau, di sudut hati pasti akan kembali ke kampung halaman jua. Seolah-olah telah terpikat dan tidak bisa melompat, memudar hasrat.
Kembali ke kampung halaman, mengimbau memori kala bersama leluhurku yang semakin hari kian jauh meninggalkan dunia yang fana ini.... Ah... rindunya aku ... Che Yusof, Mok Lijah, Che Daud....Papa, Mama, Mek dan semua yang sentiasa dekat di hatiku.... Terpahat dalam memori, rakan-rakan sepermainan.... sama-sama berlari meniti permatang sawah, menangkap belalang kala musim menuai sudah berakhir... bermain bola 'kaki tiga' dan 'bola wa' dengan penuh
Kadang-kadang kami ke sungai mandi-manda atau singgah di bangsal We Tok Mek yang terletak di atas tebing sungai. Tempat We Tok Mek bercucuk tanam... Jika tiba musim durian, kami akan sama-sama menunggu durian gugur di dusun Atok Che Yusof.
Sesekali pulang ke kampung, teringat akan sepat dan puyu yang digoreng garing oleh Mama, di makan dengan nasi panas berasap... tapi kini, hanya tinggal kenangan .... sepat dan puyu sudah kian pupus, tidak seperti zaman kanak-kanakku dahulu....
Lama sungguh rasanya aku tidak ke Kg Surau Kota. Teringat dulu-dulu Nenek Lijah (orang di sana memanggil Nenek sebagai Tok Su Jah) selalu membawa aku dan Noni ke rumah saudara-mara terdekat di sana. Kalau musim cuti sekolah, kami akan tinggal di sana buat semalam dua. Kami memang manja dengan Tok Chik Jenab dan Tok Ngah Esah. Setelah Tok Bang Saadiah meninggal dunia, kami juga sudah tidak ke Kg Pasir Kota. Teringat pasir yang landai di pangkalan sungai di belakang rumah Tok Bang. Semua kenangan ini sudah jauh ditinggal masa...
Di antara
Pulang ke desa kelahiranku, sesekali terasa ingin berlari tanpa alas kaki di atas tali air atau di sepanjang permatang sawah. Tersenyum pada awan biru yang terhias kepakan sayap merpati, nuri dan sejenisnya. Bukankah kedamaian ada di sini, di hati yang berbisik mesra pada hembusan angin,
“Tuhan betapa indah dunia-Mu.” Lalu rasa lelah pun dibasuh, dengan air jernih yang masih tersisa. Di
Foto : 1) We Tok Mek (1981)...2) kenangan bersama Noni di atas tebing - laluan untuk turun ke sungai...(2009)
No comments:
Post a Comment